Senin, 18 Januari 2016

PELAYANAN FARMASI PADA INSTALASI RUAH SAKIT AMINAH



 TUGAS ONLINE 6
MANAJEMEN PELAYANAN RUMAH SAKIT

OLEH
HENINA DEVIYANTI
NIM : 2014–31-207




PELAYANAN FARMASI
A.    Definisi
Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian dalam hal memberikan perlindungan terhadap pasien berfungsi sebagai (Bahfen, 2006):
1.    Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping obat dan menentukan metode penggunaan obat.
2.    Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.
3.    Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan, keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan.
4.    Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada pasien.
5.    Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien penyakit kronis.
6.    Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat darurat.
7.    Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.
8.    Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.
9.    Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan.

B.     Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan (PP 51, 2009). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 yang dimaksud dengan:
1.      Nilai Ilmiah adalah Pekerjaan Kefarmasian harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dalam pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi.
2.      Keadilan adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau serta pelayanan yang bermutu.
3.      c. Kemanusiaan adalah dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian harus memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial dan ras.
4.      Keseimbangan adalah dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian harus tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat.
5.      Perlindungan dan keselamatan adalah Pekerjaan Kefarmasian tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan pasien.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah untuk:
1.    Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.
2.    Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan dan
3.    Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian berupa:
1.      Apotek
2.      Instalasi farmasi rumah sakit
3.      Puskesmas
4.      Klinik
5.      Toko obat atau
6.      Praktek bersama

Menurut PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

C.    Sumber Daya Manusia (SDM)
1.         Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (PP 51, 2009). Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpim dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya (manusia, fisik dan anggaran) secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Menkes RI, 2004).
2.         Asisten Apoteker
Asisten apoteker memiliki tugas dan fungsi dalam pengelolaan apotek, yaitu (Umar, 2005):
1.    Fungsi pembelian meliputi: mendata kebutuhan barang, membuat kebutuhan pareto barang, mendata pemasok, merencanakan dan melakukan pembelian sesuai dengan yang dibutuhkan, kecuali ketentuan lain dari APA dan memeriksa harga.
2.    Fungsi gudang meliputi: menerima dan mengeluarkan berdasarkan fisik barang, menata, merawat dan menjaga keamanan barang. Fungsi pelayanan meliputi: melakukan penjualan dengan harga yang telah ditetapkan, menjaga kenyamanan ruang tunggu, melayani konsumen dengan ramah dan membina hubungan baik dengan pelanggan.

D.    Administrasi
Administrasi merupakan proses pencatatan seluruh kegiatan teknis yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Menurut Anief (1995), administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi:
a.       Administrasi pembukuan yaitu pencatatan uang masuk dan uang yang keluar.
b.      Administrasi penjualan yaitu pencatatan pelayanan resep, penjualan bebas dan penjualan secara tunai dan kredit.
c.       Administrasi pergudangan yaitu pencatatan penerimaan dan pengeluaran barangd. Administrasi pembelian yaitu pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit.
d.      Administrasi piutang yaitu pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang dan penghasilan sisa piutang.
e.       Administrasi kepegawaian yaitu pencatatan absensi karyawan dan gaji.

Selain itu, administrasi gudang farmasi diperlukan untuk mempermudah pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi dibutuhkan dokumen penyimpanan obat yang antara lain adalah :
1.      Buku Harian Penerimaan Obat
Berisi semua catatan mengenai obat maupun catatan tentang dokumen obat yang akan diterima. Buku Harian Penerimaan Obat ini diselenggarakan oleh kepala gudang.
2.      Buku Harian Pengeluaran Obat
Berisi semua catatan mengenai obat maupun catatan tentang dokumen obat yang akan dikeluarkan.
3.      Kartu Induk Persediaan Obat
Berisi catatan penerimaan dan pengeluaran obat berdasarkan dokumen penerimaan dan/atau dokumen pengeluaran yang diselenggarakan oleh Kepala Gudang/Kuasa Barang/Obat.
4.      Kartu Persediaan Obat
Berisi catatan peneriman dan penerimaan dan pengeluaran obat sesuai dengan dokumen pengadaan oleh Kepala Gudang yang berguna untuk :
a)      Pertanggungjawaban Kepala Gudang
b)      Sebagai alat kontrol bagi Kepala Gudang
c)      Untuk mengetahui dngan cepat jumlah persediaan obat dan menentukan kebutuhan berikutnya.
5.      Kartu Obat
Berisi catatan penerimaan dan pengeluaran obat sesuai dokumen penerimaan dan pengeluaran obat. Kartu obat diletakkan pada tempat dimana obat disimpan
6.      Surat Perintah Mengeluarkan Barang (SPMB)
Dokumen ini berisi perintah dan/atau perizinan mengeluarkan obat dari gudang penyimpanan dan diselenggarakan oleh Pengurus Barang/Obat dengan diketahui oleh Kepala Gudang.
7.      Surat Bukti Barang/Obat Keluar
Dokumen ini berisi daftaf, jumlah dan harga barang/obat yang telah dikeluarkan dari gudang penyimpanan dan diselenggarakan oleh Pengurus Barang/obat dengan diketahui oleh Kepala Gudnag.
8.      Surat Kiriman Obat
Dokumen yang berisi daftar dan jumlah obat serta alamat tujuan obat yang dikirim. Dokumen ini diselenggarakan oleh Pengurus Barang/Obat dengan diketahui oleh Kepala Gudang.
9.      Daftar Isi Kemasan
Merupakan dokumen atau lembar yang berisi daftar dan jumlah obat dalam setiap kemasan, diselenggarakan oleh Pengurus Barang disaksikan oleh Pemilik/penerima Obat
10.  Berita Acara Penerimaan Obat
Merupakan dokumen yang brisi daftar, jumlah dan asal/sumber obat yang diterima. Dokumen ini diterbitkan oleh Panitia Pemeriksaan Penerimaan Obat.
11.  Berita Acara Penyerahan Obat
Merupakan dokumen yang berisi daftar, jumlah obat yang akan diserahkan dan kepada siapa obat akan diserahkan. Dokumen ini diterbitkan/dibuat oleh kepala gudang.

E.     Standart Operasional Prosedur (SOP)
Kegiatan dengan pelaksanaan Standar Operasional Prosedur dijalankan dengan benar maka perusahaan/ institusi akan mendapatkan banyak manfaat dari penerapan  SOP tersebut antara lain :
1.      Memberikan penjelasan tentang prosedur kegiatan secara detail dan terinci dengan jelas dan sebagai dokumentasi aktivitas proses bisnis perusahaan.
2.      Meminimalisasi variasi dan kesalahan dalam suatu prosedur operasional kerja
3.      Mempermudah dan menghemat waktu dan tenaga dalam program training karyawan
4.      Menyamaratakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh semua pihak
5.      Membantu dalam melakukan evaluasi dan penilaian terhadap setiap proses operasional dalam institusi/perusahaan.
6.      Membantu mengendalikan dan mengantisipasi apabila terdapat suatu perubahan kebijakan
7.      Mempertahankan kualitas organisasi/institusi melalui konsistensi kerja karena intitusi/perusahaan telah memiliki sistem kerja yang sudah jelas dan terstruktur secara sistematis.

F.     Pelayanan & Praktik Kefarmasian Dalam PP No. 51 Tahun 2009
Terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi dalam beberapa klausul PP 51/2009. Secara umum PP ini memberi harapan yang besar bagi Apoteker Indonesia untuk berkiprah sesuai cita-cita luhurnya. Akan tetapi, benarkah impian Apoteker untuk dihargai oleh masyarakat luas dalam kesejajarannya dengan dokter itu akan dapat menjadi nyata ? Ini adalah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Kita berpikir bahwa untuk dapat mewujutkan itu dalam tataran yang luas tentu tidak mungkin bisa diterjemahkan secara segmental oleh orang per orang individu Apoteker.
Organisasi Profesi sebagai Cermin Perilaku Apoteker Indonesia sangat menentukan dan harus mampu menderivasi PP ini ke dalam satuan-satuan Kompetensi yang lebih konkrit (SKP dan SKK TTK). Serta oleh karena itu harus dipikirkan pula Sistem Imbalan (Jasa Profesi) sebagaimana yang tersurat dalam UU Kesehatan 2009 Pasal 27 bagi Apoteker mengiringi kewajiban yang harus dilaksanakannya. Commercial Fee karena fungsi pengelolaan sarana di Apotek dan berhubungan dengan transaksi jual beli komoditas farmasi harus dipisahkan secara jelas dengan Professional Fee karena hubungannya dengan kewenangan mengambil keputusan pengobatan dan konselingnya atas pasien.
Selama ini keberadaan Apoteker "Pengelola" sangat 'under ordinat' atas Pemodal. Gaji/honorarium yang diterimanya sangatlah tidak layak untuk menjadikan Profesi ini sebagai "Jabatan Yang Berharga dan Mensejahterakan", tatapi hanya sebagai "Jabatan yang Cukup untuk menyambung nyawa selama 1 bulan berikutnya". Oleh karena itu "Professional Fee" bagi Apoteker adalah suatu keniscayaan agar Pemodal benar-benar dapat menghargai kita; selain tentu dengan melakukan Reformasi/Revolusi Pelayanan Obat/Resep harus dan hanya dilakukan dari "Tangan Apoteker" melalui mekanisme dokumentasi "Lembar Skrining/Konseling Resep" sebagai salah satu parameter SKP baginya serta Obat-obat Keras harus dipisahkan dalam Ruang tersendiri yang kuncinya dikuasai/dipegang oleh Apoteker. Pemodal yang tidak sepihak dan tidak mendukung Kompetensi dan Praktek Apoteker, Rekomendasi sebaiknya tidak diobral dengan harga murah dimana penanggung ongkos yang paling besar adalah Apoteker/Profesi itu sendiri.

G.    Pokok-Pokok Ketentuan Umum
1.        Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2.        Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian;
3.        Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
4.        Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
5.        Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
6.        Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
7.        Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
8.        Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
9.        Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
10.    Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran
11.    Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara baik.
12.    Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.
13.    Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.
14.    Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.
15.    Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
16.    Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
17.    Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
18.    Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.
19.    Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
20.    Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi, proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

H.    Rahasia Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian
1.    Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian.
2.    Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.



I.       Kendali Mutu dan Kendali Biaya
1.    Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.
2.    Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya dilakukan melalui audit kefarmasian.
3.    Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri



DAFTAR PUSTAKA


Febriawati, Henni. 2013. Manajemen Loistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta : CV. Trans Info Media
Bogadenta, Aryo. 2012. Manajemen Pengelolaan Apotek. Yogyakarta : D-Medika
Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standart Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.